Minggu, 11 Januari 2009

AKTOR-AKTOR DIBALIK NEOLIBERALISME

Dalam mewujudkan sistem ekonomi pasar bebas yang sesuai dengan agenda neoliberalisme, neoliberalisme tentunya membutuhkan instrumen yang berfungsi untuk mengawal keberlangsungan sistem ekonomi pasar bebas agar menjadi suatu sistem ekonomi pasar yang mendunia (global) diantaranya para pelaku bisnis, para pemilik modal, para intelektual (akademisi), institusi pendidikan, organisasi sosial (LSM). Tidak hanya itu, neoliberalisme juga menggunakan institusi yang berskala internasional, seperti :

1. International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia)
Kedua Lembaga ini merupakan lembaga “Super” yang paling berpengaruh dalam menciptakan sistem ekonomi pasar bebas dunia. Kedua lembaga ini muncul sewaktu diadakannya sebuah pertemuan di Bretton Woods, Amerika Serikat pada bulan Juli 1944. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh 44 negara tersebut akhirnya menyepakati untuk membentuk lembaga-lembaga ekonomi multilateral yang dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi pasca Perang Dunia II.
Khusus untuk menangani masalah-masalah dalam bidang pembangunan ekonomi, dibentuk sebuah lembaga bernama International Bank for Reconstruction and Development (IBRD). IBRD kemudian lebih dikenal dengan sebutan World Bank (Bank Dunia). Bank Dunia kemudian diberi mandat untuk membantu negara-negara yang sedang membangun. Umumnya Bank Dunia menyediakan paket utang untuk proyek-proyek dan program-program pembangunan infrastruktur, pendidikan, pemberantasan kemiskinan, menjaga lingkungan dan sejenisnya.
Untuk menangani masalah-masalah dalam bidang moneter dibentuk International Monetary Fund (IMF). IMF diberi tugas sebagai pengatur sistem keuangan dan sistem nilai tukar internasional. IMF juga dirancang untuk menolong negara-negara yang sedang mengalami kesulitan dalam neraca pembayaran dengan memberikan bantuan luar negeri. Fungsi lain dari IMF adalah menstabilkan ekonomi global. IMF menyediakan pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Setelah dibentuk, IMF (International Monetary Funds), World Bank (Bank Dunia) melaksanakan pertemuan yang disebut dengan The Neoliberal Washington Consensus. Dalam pertemuan ini, kedua lembaga tersebut menetapkan 4 pokok prinsip neoliberalisme :
1. Prinsip Pasar
Membebaskan perusahaan atau perusahaan swasta dari kewajiban-kewajiban yang diterapkan oleh pemerintah (negara). Tidak peduli sebanyak apa kerugian sosial yang diakibatkannya. Keterbukaan yang lebih besar pada perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi, yang akan sangat menguntungkan semua orang.
2. Mengurangi Anggaran Belanja Publik Bidang Pelayanan Sosial
Ini dapat dilihat pada pendidikan dan pemeliharaan kesehatan. Mengurangi dana jaring pengaman untuk rakyat miskin bahkan dana pemeliharaan jalan raya, jembatan, dan pengadaan air. Kemudian atas nama pengurangan peran pemerintah. Tentu saja, mereka tidak menentang subsidi pemerintah dan keringanan pajak bagi dunia bisnis.


3. Deregulasi
Deregulasi adalah pencabutan atau pembatalan peraturan pemerintah dalam segala hal yang bisa menurunkan keuntungan, termasuk dalam hal perlindungan alam dan keselamatan kerja. Salah satu caranya adalah dengan mendesak pemerintah untuk membuat peraturan yang baru.
4. Privatisasi
Menjual badan-badan usaha milik negara, barang-barang dan jasa kepada investor swasta, termasuk bank-bank, industri-industri strategis, jaringan rel kereta api, jalan-jalan tol, pembangkit listrik, sekolah-sekolah, rumah sakit dan bahkan air bersih. Walaupun biasanya dikerjakan atas nama efisiensi yang lebih besar, yang sering dibutuhkan, privatisasi terutama sekali berpengaruh dalam pemusatan kemakmuran yang lebih besar lagi ke tangan segelintir orang dan membuat masyarakat membayar lebih banyak lagi untuk memenuhi kebutuhannya.
Kebijakan ini dilahirkan dengan alasan “persaingan bebas” yang biasanya dibungkus demi efisiensi dan mengurangi korupsi. Tapi kenyataan yang terjadi adalah terkonsentarisnya modal ditangan sedikit orang dan memaksa rakyat kecil membayar lebih mahal atas kebutuhan dasar mereka.

2. World Trade Organization (WTO)
Pada tahun 1948 dibentuk sebuah forum negosiasi perdagangan antar negara yang diberi nama General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Kemudian dalam perkembangannya, muncullah World Trade Organization (WTO) pada tahun 1995 yang secara tidak langsung mengambil alih peran-peran GATT. Namun WTO menjalankan tugasnya lebih ketat dan mengikat terhadap anggota-angggotanya yang berjumlah 135 negara dengan berbagai kebijakan. Dimana prinsip utama WTO adalah penghapusan tarif untuk barang-barang ekspor yang akan masuk kenegara pengimpor.
Sejak lahirnya WTO, setiap dua tahun sekali WTO menyelenggarakan konfrensi tertinggi yang dihadiri oleh seluruh negara-negara anggotanya. Sampai saat ini konferensi telah diadakan sebanyak lima kali. Konferensi yang dilakukan disebut sebagai Ministerial Conference (Konfrensi Tingkat Menteri-KTM) karena dihadiri oleh utusan tertinggi dari masing-masing negara anggota.
Keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam KTM bersifat Legal Binding (mengikat secara hukum), sehingga perjanjian-perjanjian yang dihasilkan mengikat anggota-anggotanya secara ketat. Negara yang melanggar perjanjian akan dikenai sanksi hukum.
WTO memiliki beberapa tujuan penting, yaitu pertama, mendorong arus perdagangan antar negara, dengan mengurangi dan menghapus berbagai hambatan yang dapat mengganggu kelancaran arus perdagangan barang dan jasa. Kedua, memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang lebih permanen. Hal ini mengingat bahwa perundingan perdagangan internasional di masa lalu prosesnya sangat kompleks dan memakan waktu.
Tujuan penting lainnya adalah untuk penyelesaian sengketa, mengingat hubungan dagang sering menimbulkan konflik – konflik kepentingan. Meskipun sudah ada persetujuan – persetujuan dalam WTO yang sudah disepakati anggotanya, masih dimungkinkan terjadi perbedaan interpretasi dan pelanggaran sehingga diperlukan prosedur legal penyelesaian sengketa yang netral dan telah disepakati bersama. Dengan adanya aturan – aturan WTO yang berlaku sama bagi semua anggota, baik individu, perusahaan ataupun pemerintah akan mendapatkan kepastian yang lebih besar mengenai kebijakan perdagangan suatu negara. Terikatnya suatu negara dengan aturan – aturan WTO akan memperkecil kemungkinan terjadinya perubahan – perubahan secara mendadak dalam kebijakan perdagangan suatu negara (lebih predictable).
Menurut penulis, sektor yang paling kontroversial dalam WTO adalah dimasukkannya pendidikan sebagai bagian dari jasa yang diperdagangkan. Ketika subsidi pemerintah untuk sektor pendidikan sangat minim bahkan tidak mustahil suatu saat akan dihapus secara keseluruhan, setiap lembaga pendidikan dituntut mencari sumber dana lain untuk menunjang biaya operasionalisasinya.
Jika terjadi seperti ini, maka siapakah sumber utama yang diandalkan? Tak lain dan tak bukan adalah peserta didik, sehingga langkah pertama yang diayunkan dalam rangka kemandirian lembaga pendidikan adalah menjaring sebanyak-banyaknya peserta didik dan menaikkan biaya pendidikan.
Layaknya seorang penjual, pengelola lembaga pendidikan dituntut mengemas “dagangannya” agar tidak kalah saing dengan “dagangan” serupa lainnya. Upaya ini dilakukan antara lain dengan melengkapi sarana pendidikan yang menjamin kenyamanan belajar, seperti gedung yang megah dilengkapi ruangan-ruangan ber-AC, alat penunjang pendidikan yang canggih, sport center yang lengkap, bahkan di suatu hari peserta didik akan dibidik sebagai pasar ekonomi dalam arti yang sesungguhnya sehingga lembaga pendidikan tidak lagi merasa cukup dengan menyediakan kantin atau koperasi di sudut bangunan, melainkan sebuah mini market yang bermetamorfosa menjadi super market dan akhirnya tidak mustahil menjadi mall atau shopping center dengan bangunan yang tidak kalah megah dari bangunan utamanya, atas nama “persaingan bebas ”.

Tidak ada komentar: